Di tengah tantangan perubahan iklim yang semakin nyata, FOReTIKA hadir bukan sekadar sebagai forum akademik tahunan, melainkan ruang strategis untuk merumuskan arah pembangunan kehutanan Indonesia yang berbasis ilmu pengetahuan, berpihak pada kesejahteraan masyarakat, dan mengokohkan posisi Indonesia sebagai global player aksi iklim.
Pendidikan sebagai Basis Aksi Iklim
Salah satu pesan kuat dari kuliah umum Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, Ph.D. adalah pentingnya menyiapkan talenta karbon hutan. Pendidikan kehutanan tidak boleh hanya bertumpu pada teori, tetapi harus menjawab isu-isu mutakhir seperti perdagangan karbon, pengelolaan berbasis lanskap, serta inovasi teknologi MRV (Measurement, Reporting, Verification).
Data Yale Study (2023) mengungkapkan 76% masyarakat Indonesia masih minim pengetahuan tentang pemanasan global, bahkan hanya 2% yang benar-benar memahami isu tersebut. Di titik inilah, peran pendidikan tinggi menjadi vital—mengisi kesenjangan literasi iklim, membentuk kader rimbawan muda, serta memastikan kebijakan kehutanan lahir dari basis sains dan teknologi (science-based policy).
Kehutanan sebagai Tulang Punggung NDC
Indonesia telah menetapkan target ambisius melalui Enhanced NDC (ENDC) 2022:
Penurunan emisi 31,89% secara unconditional.
Penurunan emisi 43,20% secara conditional dengan dukungan internasional.
Dari angka tersebut, sekitar 60% kontribusi pengurangan emisi berasal dari sektor kehutanan. Artinya, tanpa keberhasilan pengelolaan hutan, pencapaian NDC akan sulit terwujud. Inilah yang menjadikan FOLU Net Sink 2030 sebagai jantung strategi iklim nasional.
Lebih jauh, sektor kehutanan kini diposisikan bukan sekadar penyangga ekologi, melainkan juga motor pembangunan ekonomi hijau. Dengan luasan kawasan hutan mencapai 62,9% daratan Indonesia (117,6 juta hektare), potensi Indonesia untuk menjadi pemimpin global dalam tata kelola karbon berbasis alam (Nature-Based Solutions) sangatlah besar.
Inklusivitas dan Kolaborasi Pentahelix
FOLU Net Sink 2030 bukan hanya soal target angka karbon, melainkan juga transformasi sosial. Prinsip no one left behind menjadi landasan:
Pengakuan masyarakat adat sebagai penjaga hutan.
Pengarusutamaan gender dalam aksi iklim.
Kolaborasi pentahelix yang melibatkan pemerintah, akademisi, sektor swasta, komunitas, dan media.
Inklusivitas ini memastikan bahwa setiap langkah kebijakan tidak meninggalkan kelompok rentan, tetapi justru menghadirkan keadilan sosial dan kesejahteraan di tingkat tapak.
Kepemimpinan Indonesia diakui dunia melalui kerja sama South-South Exchange 2024 yang digelar di Balikpapan. Pertemuan negara-negara tropis seperti Brazil, Ekuador, Kosta Rika, dan RD Kongo menegaskan posisi Indonesia sebagai global player leading by example.
Proyek REDD+ di Indonesia telah berkontribusi nyata: dari Bio-Carbon Fund Jambi hingga FCPF Carbon Fund Kalimantan Timur, yang menghasilkan jutaan ton penurunan emisi dengan nilai ratusan juta dolar. Termasuk Kalbar dengan pendanaan Green Climate Fund (GCF) hampir €62 juta (2025-2031)
Artinya, Indonesia bukan sekadar penerima, melainkan eksportir pengetahuan iklim yang disegani.
Pesan untuk Presiden Prabowo Subianto
Di tengah optimisme FOReTIKA 2025, ada satu catatan penting yang ditujukan kepada Presiden Prabowo Subianto: Indonesia membutuhkan platform finansial inovatif untuk memastikan realisasi FOLU Net Sink 2030.
Platform ini harus memiliki karakter inovatif, sederhana, dan aplikatif agar bisa langsung menyentuh aktor lapangan. Untuk itu, beberapa butir penting dapat menjadi fondasi:
1. Konektivitas Insentif
Menghubungkan skema insentif karbon langsung kepada masyarakat adat, petani hutan, dan kelompok perhutanan sosial.KHDTK (Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus) di seluruh PTN/PTS bisa menjadi laboratorium finansial karbon, tempat mahasiswa, akademisi, dan masyarakat berkolaborasi dalam model bisnis karbon sederhana dan terukur.
2. Transparansi Digital
Integrasi penuh dengan SRN–IDX agar setiap transaksi karbon tercatat, mengurangi risiko double counting. Memanfaatkan teknologi blockchain dan dashboard publik sehingga semua pihak bisa memantau.
3. Skema Blended Finance
Menggabungkan dana APBN, pendanaan internasional, filantropi, dan investasi swasta dalam kerangka sederhana. Akses mudah bagi koperasi hutan, BUMDes, dan unit pengelola KHDTK di kampus.
4. Distribusi Manfaat yang Adil
Mekanisme pembagian manfaat karbon harus cepat, adil, dan transparan. Platform harus memastikan 60–70% hasil karbon kembali ke masyarakat lapangan, bukan tersedot biaya birokrasi.
5. Ekosistem Pembelajaran Nasional
Setiap KHDTK di PTN/PTS se-Indonesia bisa menjadi center of excellence inovasi finansial karbon.Dengan jaringan ini, mahasiswa kehutanan tidak hanya belajar teori, tetapi juga praktik langsung bagaimana karbon menjadi aset ekonomi yang mensejahterakan.
Dengan platform seperti ini, realisasi FOLU Net Sink 2030 tidak hanya menjadi jargon internasional, tetapi nyata menurunkan emisi sekaligus meningkatkan taraf hidup masyarakat hutan.
Menatap Indonesia Emas 2045
FOReTIKA 2025 menunjukkan bahwa pendidikan, kolaborasi multipihak, dan kepemimpinan politik adalah tiga kunci keberhasilan. Pendidikan menyiapkan talenta karbon, kolaborasi multipihak memastikan implementasi di lapangan, sementara kepemimpinan politik menentukan arah dan skala kebijakan.
Di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, Indonesia berpeluang besar untuk tidak hanya memenuhi target FOLU Net Sink 2030, tetapi juga tampil sebagai negara pemimpin dalam tata kelola hutan global.
Indonesia Emas 2045 bukan sekadar mimpi, melainkan masa depan yang dapat diwujudkan bila kita mampu meramu inovasi finansial, riset berbasis sains, dan inklusivitas sosial dalam satu ekosistem kehutanan lestari.
Lokakarya FOReTIKA 2025 di Lombok bukanlah akhir, melainkan awal dari komitmen baru. Akademisi, mahasiswa, rimbawan, masyarakat adat, dan sektor swasta telah menunjukkan kesiapan. Kini, bola ada di tangan pemerintah.
Dengan dukungan penuh Presiden Prabowo Subianto untuk menghadirkan Platform Finansial Inovatif bagi KHDTK PTN/PTS se-Indonesia, kita bisa memastikan bahwa FOLU Net Sink 2030 tidak hanya tercapai, tetapi juga memberi warisan terbaik bagi generasi mendatang: hutan yang lestari, masyarakat yang sejahtera, dan Indonesia yang disegani dunia.