Oleh: Agus Setiyono
Sabtu, 4 Oktober 2025, udara pagi menjelang siang di kampus Universitas Muhammadiyah Jambi terasa hangat dan penuh semangat. Aula utama dipenuhi mahasiswa, dosen, dan civitas akademika yang antusias menyambut kehadiran Prof. Dr. Muhadjir Effendy, M.A.P., sosok intelektual sekaligus negarawan yang kini menjabat sebagai Penasihat Khusus Presiden Republik Indonesia urusan Haji.
Dalam kuliah umum yang bertajuk Bonus Demografi dan Tantangan Ketenagakerjaan Menuju Indonesia Emas 2045, Prof. Muhadjir menghadirkan pandangan jernih sekaligus refleksi mendalam tentang masa depan bangsa.
Dengan gaya tutur yang khas—tenang, terukur, namun sarat makna—Prof. Muhadjir membuka paparannya dengan data yang menggugah kesadaran.
“Populasi angkatan kerja kita saat ini mencapai 154 juta jiwa. Namun, tidak semuanya bekerja. Di dalamnya terdapat mahasiswa, pelajar, bahkan mereka yang sakit dan belum mampu bekerja,” ujarnya.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2025 mencatat jumlah pengangguran terbuka di Indonesia mencapai 7,8 juta orang. Angka ini, menurut Prof. Muhadjir, secara persentase memang menurun dibanding tahun 2024 yang berada pada kisaran 4,82% ke 4,76%, namun secara jumlah absolut justru meningkat. Sebuah paradoks yang menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah, dunia pendidikan, dan dunia usaha.
Lebih lanjut, Prof. Muhadjir menjelaskan bahwa dari total angkatan kerja tersebut, 59,97 juta orang bekerja di sektor formal, sementara 93,86 juta orang menggantungkan hidup di sektor informal—sebuah komposisi yang menunjukkan betapa rentannya struktur ketenagakerjaan nasional.
“Tukang cukur, pedagang kaki lima, pengemudi ojek daring—mereka adalah bagian dari tenaga kerja informal yang sesungguhnya menjadi penopang ekonomi rakyat,” tuturnya, memberi contoh sederhana namun penuh arti.
Dalam pandangan Prof. Muhadjir, Indonesia memiliki peluang besar memasuki masa bonus demografi sekitar tahun 2030–2035. Namun bonus itu, katanya, “tidak akan bermakna jika tidak disertai kualitas sumber daya manusia yang unggul, produktif, dan berdaya saing.”
Ia mengingatkan, jumlah angkatan kerja yang banyak namun tidak bekerja akan menjadi beban bagi yang bekerja. Karena itu, investasi terbesar bangsa ini harus diarahkan pada pengembangan manusia, bukan sekadar pembangunan fisik.
“Kita butuh manusia Indonesia yang sehat, cerdas, dan beretika kerja tinggi. Hanya dengan itu cita-cita Indonesia Emas 2045 bukan menjadi isapan jempol,” tegasnya.
Prof. Muhadjir juga menyinggung kebijakan ekonomi nasional, terutama langkah Presiden Prabowo Subianto dalam memperbaiki manajemen Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
“Presiden sangat intens mengoreksi BUMN-BUMN yang selama ini terus merugi. Tujuannya jelas—agar sektor ekonomi nasional dapat tumbuh lebih kuat dan sehat,” ungkapnya.
Menurutnya, kepemimpinan di era kini bukanlah pekerjaan mudah. Indonesia tengah berada di persimpangan sejarah: antara potensi besar dan risiko besar. Untuk itu, dibutuhkan kolaborasi antara pemerintah, perguruan tinggi, dunia usaha, dan masyarakat agar momentum bonus demografi benar-benar menjadi anugerah, bukan bencana sosial.
Kedatangannya di kampus Universitas Muhammadiyah Jambi (UM Jambi) bukan sekadar kunjungan seremonial, melainkan sebuah penanda: bahwa semangat pencerahan yang diwariskan oleh KH. Ahmad Dahlan terus hidup dan berdenyut di bumi Sepucuk Jambi Sembilan Lurah.
Dalam sambutannya, Rektor Universitas Muhammadiyah Jambi Hendra Kurniawan, S. S., M.Si menuturkan rasa syukur dan kegembiraan atas kedatangan Prof. Muhajir.
“UM Jambi menyambut gembira kehadiran Prof. Muhajir Effendi. Saat ini kami memiliki dua fakultas dan sembilan program studi. Semoga kehadiran beliau membawa tuah bagi pengembangan kampus ini, khususnya dalam percepatan pembangunan Kampus II,” ujarnya penuh harap.
Harapan sang rektor bukan sekadar ucapan simbolik. Dalam pandangan ilmiah, setiap momentum kehadiran tokoh nasional di kampus Muhammadiyah memiliki makna epistemologis: memperkuat tradisi ilmu, meneguhkan semangat tajdid, dan menumbuhkan optimisme bahwa pendidikan tinggi Islam dapat menjadi motor kemajuan bangsa.
Sementara itu, Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Provinsi Jambi Buya H. Suhaimi Chan dalam kesempatan yang sama menegaskan, bahwa kedatangan Prof. Muhajir Effendi diharapkan menjadi berkah bagi seluruh amal usaha Muhammadiyah di bidang pendidikan di provinsi ini.
“Kami berharap kehadiran Prof. Muhajir tidak hanya membawa berita baik untuk UM Jambi, tetapi juga bagi tiga kampus Muhammadiyah lainnya, yaitu Universitas Muhammadiyah Muara Bungo (UMMUBA), Institut Teknologi dan Bisnis Muhammadiyah Sarolangun (ITB-MS), dan Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Muhammadiyah Sungai Penuh (STKIP-MSP),” ungkapnya.
Pernyataan ini menggambarkan betapa pendidikan Muhammadiyah di Jambi adalah satu tubuh, satu semangat, dan satu cita: mencerdaskan kehidupan bangsa melalui nilai-nilai Islam yang berkemajuan.
Kehadiran Wakil Gubernur Jambi, Drs. Abdullah Sani, M.Pd.I turut menambah makna dalam pertemuan yang sarat kekeluargaan itu. Dalam sambutannya, ia memberikan apresiasi mendalam terhadap kiprah Muhammadiyah yang konsisten mencerahkan umat melalui dunia pendidikan.
“Selagi Sang Surya tetap bersinar, di situ Persyarikatan Muhammadiyah akan terus mencerahkan dunia, khususnya Provinsi Jambi,” ujarnya dengan penuh semangat.
Kunjungan Prof. Muhajir Effendi ke UM Jambi pada Sabtu, 4 Oktober 2025 ini, dengan segala sambutan dan harapan yang menyertainya, menjadi momentum penting bagi masa depan pendidikan Muhammadiyah di Jambi. Di tengah derasnya arus perubahan, Muhammadiyah tetap teguh berdiri sebagai lentera ilmu dan akhlak. Dari kampus inilah, generasi muda Jambi ditempa bukan hanya menjadi sarjana yang cerdas, tetapi juga insan yang beriman, beradab, dan berkemajuan.
Dan seperti matahari yang selalu terbit dari timur, sinar ilmu dari Muhammadiyah akan terus menembus cakrawala Jambi — mencerahkan hati, membuka pikiran, dan menumbuhkan harapan bagi masa depan negeri.
Penulis merupakan Pegiat Dakwah Online Jambi