JAMBI – Tokoh pers Drs. H. Mursyid Sonsang, M.Pd, menyampaikan pandangan tajam dan reflektif dalam kegiatan Dialog Media Kebijakan dan Implementasi Pengelolaan Ekosistem Gambut di Jambi yang digelar di Hotel Aston Kota Jambi, Kamis (23/10/2025).
Dalam paparannya yang bertajuk “Profesi Wartawan dan Lahan Gambut, Mana yang Akan Punah?”, Mursyid mengajak peserta merenungkan dua hal yang kini sama-sama berada di ujung tanduk, yakni soal kelestarian lingkungan dan keberlanjutan profesi jurnalisme.
Menurut alumni Lemhanas PPSA XVIII ini, lahan gambut di Indonesia tengah menghadapi ancaman serius akibat eksploitasi berlebihan, perubahan tata guna lahan, dan lemahnya penegakan hukum lingkungan.
“Gambut adalah paru-paru yang menyimpan air dan karbon bumi. Ia rusak, maka rusak pula keseimbangan ekologi kita,” ujar Mursyid membuka materinya.
“Namun profesi wartawan juga sedang menghadapi ancaman. Ketika media lebih sibuk mengejar kecepatan daripada kebenaran, jurnalisme perlahan kehilangan rohnya,” katanya menambahkan.
Namun Mursyid kemudian menautkan isu lingkungan itu dengan dunia pers. Ia menyebut, profesi wartawan pun mengalami ancaman kepunahan di tengah derasnya arus digitalisasi dan informasi instan yang kerap mengabaikan nilai verifikasi dan etika jurnalistik.
“Gambut dan wartawan punya nasib yang mirip, keduanya sama-sama penting untuk menjaga keseimbangan, satu untuk alam, satu untuk akal sehat masyarakat. Tapi keduanya juga bisa musnah jika tidak dirawat,” ucap Ketua PWI Provinsi Jambi periode 2007–2017 ini.
Lebih lanjut, Mursyid menyoroti pentingnya jurnalisme lingkungan sebagai garda depan dalam mengedukasi publik tentang pentingnya menjaga ekosistem gambut. Ia menekankan bahwa selain bertugas melaporkan kejadian, jurnalis juga harus memaknai dan mengawal kebijakan yang berdampak pada keberlanjutan lingkungan.
Seorang jurnalis, kata dia, harus memahami bahwa isu lingkungan tidak berdiri sendiri, melainkan terkait langsung dengan kebijakan publik, kesejahteraan warga, dan masa depan generasi berikutnya.
“Ketika menulis tentang gambut, jurnalis harus memahami konteks ekologis dan sosialnya. Karena dari tulisan yang dalam, lahir kesadaran kolektif,” tegasnya.
Pendiri JMSI dan SMSI Pusat ini menutup sesinya dengan pesan moral yang menggugah.
“Kalau kita gagal menjaga gambut, kita kehilangan sumber kehidupan. Tapi jika kita gagal menjaga wartawan yang berintegritas, kita kehilangan sumber kebenaran. Keduanya harus kita rawat,” ucapnya. (Seb)