• REDAKSI
  • Pedoman Media Siber
Selasa, September 9, 2025
Aksipost.com
  • HOME
  • HEADLINE
  • HUKRIM
  • NASIONAL
  • ADVERTORIAL
  • DAERAH
  • DEMOKRASI
  • EKONOMI
  • MILENIAL
  • PENDIDIKAN
No Result
View All Result
  • HOME
  • HEADLINE
  • HUKRIM
  • NASIONAL
  • ADVERTORIAL
  • DAERAH
  • DEMOKRASI
  • EKONOMI
  • MILENIAL
  • PENDIDIKAN
No Result
View All Result
Aksipost.com
No Result
View All Result
KUHP Tidak Berlaku untuk Kegiatan Kemerdekaan Pers

KUHP Tidak Berlaku untuk Kegiatan Kemerdekaan Pers

9 Desember 2022
in DEMOKRASI

JAKARTA – Walaupun Rancangan Undang-undang (RUU) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) telah disahkan DPR menjadi UU KUHP, khusus untuk pelaksanaan kemerdekaan pers tetap hanya akan mengikuti dan patuh terhadap UU Psrs No 40 Tahun 1999.

Oleb sebab itu, KUHP tidak berlaku dalam ruang lingkup mekanisme dan pelaksanaan kemerdekaan pers
Demikian ditegaskan oleh pakar hukum pers dan Kode Etik Jurnalistik, Wina Armada di Jakarta, Jumat, 9 Desember 2022.

Berita Lainnya

Cek Endra Aklamasi Pimpin Golkar Jambi, Ivan Wirata Masuk Formatur 

Aksi Demo Berjalan Kondusif: Berikut Profil Singkat Kemas Faried Ketua DPRD Kota Jambi

Jelang Musda Golkar Jambi, Ketua Golkar Kerinci Alihkan Dukungan, Tinggalkan Bupati Tebo

Menanggapi disahkannya Kitab KUHP oleh DPR Selasa, 6 Desember lalu.
Menurut penulis banyak buku hukum pers dan kode etik ini, sepanjang terkait dengan pers, UU Pers bersifat undang-undang yang diutamakan, sehingga semua persoalan pers diatur dan diselesaikan sesuai dengan UU Pers.

“Bukan UU dan peraturan lain, termasuk dalam hal ini bukan pula diatur oleh KUHP yang baru disahkan,” tegas Wina.

Selain itu, tambah lulusan Fakuktas Hukum UI, UU Pers juga bersifat swaregulasi atau memberikan keleluasaan kepada masyarakat pers untuk mengatur diri sendiri.

Artinya, sesuai UU Pers, segala urusan yang terkait dengan pers telah dan akan diatur sendiri berdasar ketentuan yang disepakati oleh masyatakat pers.
“Ketentuan ini sudah diperkuat dalam keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) beberapa waktu lalu,” ujar Wina yang waktu perkara ini disidangkan di MK menjadi advokat untuk Dewan Pers.

Mantan Sekjen pengurus PWI Pusat yang memiliki pengalaman kerja sebagai wartawan sekitar 40 tahun itu mengingatkan, dalam UU Pers jelas disebut tidak ada satu pihak pun yang dapat mencampuri urusan kemerdekaan pers.

”Tentu dalam hal ini, termasuk KUHP yang baru disahkan tidak dapat mengatur soal kemerdekaan pers,” tandasnya.

Peran Pers Memang Mengeritik

Mantan Sekretaris Dewan Kehormatan PWI Pusat itu mengungkapkan, dalam UU Pers, disebut salah satu peran utama pers ialah melakukan kritik terhadap hal-hal yang terkait dengan kepentingan umum.

Untuk mendukung peran itu, UU Pers sudah menegaskan, terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran dan pembredelan. Dalam pengertian penyensoran ini, jelas Wina, termasuk tidak boleh mengancam pers.

Bahkan UU Pers telah menegaskan siapapun yang menghalang-halangi tugas pers, diancam pidana dua tahun penjara dan atau denda Rp 500 juta.
Dengan demikian, tambah Wina, hak mengeritik tetap melekat pada pers dan tidak dapat dibungkam, termasuk melalui KUHP.

Kritik yang dilontarkan pers tidak dapat ditafsirkan berdasarkan pasal-pasal dalam KUHP,” tambah advokat berstandart kompetensi tersumpah ini.

Profesi Wartawan Dilindungi Hukum

Tak lupa Wina mengingatkan kembali, dalam Pasal 8 UU Pers sudah sangat jelas diatur, dalam menjalankan tugasnya wartawan dilindungi hukum.

“Dengan begitu KUHP sama sekali tak dapat dan tak boleh atau dilarang menyentuh kegiatan pers,” tandas Wina.

Seandainya, kelak ada kegiatan pers yang sampai dikenakan pidana melalui pasal-pasal KUHP, di mata Wina berarti itu berupakan kejahatan terhadap peras.

”Itu termasuk kriminalisasi terhadap pers,” tuturnya.

Wina berpendapat, pers hanya akan tumbuh sehat dalam lingkungan masyarakat dan bangsa yang demokratis, sedangkan sebagian dari pasal KUHP baru jelas bertentangan dengan alam demokrasi.

Wina memberi contoh, ketentuan KUHP mengenai penghinaan terhadap lembaga-lembaga negara, memberi hak kepada negara untuk menghukum orang yang mengeritik penguasa, sedangkan lembaga negara dapat ditafsirkan dari tingkat kepresidenan sampai tingkat kelurahan.

Dalam konteks ini, Wina mengkhawatirkan pelaksanaan pasal-pasal yang terkait penghinaan seperti itu dalam KUHP kelak dapat menimbulkan kerancuan perbedaan antara tafsir kritik dengan penghinaan dan fitnah terhadap penguasa.

Hal ini karena dalam praktek kelak yang melaksanakan isi KUHP bukanlah para anggota DPR yang mengesahkan KUHP sata ini, maupun para pejabat pemerintah yang kini berkuasa, tapi aparat hukum yang pasti punya tafsir tersendiri.

“Ini alarem buat perkembangan demokrasi,” ungkapnya.

Selain itu Wina Armada juga mengecam tetap dimasukannya pasal-pasal _hazaai artikelen_ atau pasal-pasal permusuhan dan kebencian dalam KUHP. Dari sejarahnya, terang Wina, ketemtuan ini sengaja diciptakan penjajah Belanda untuk membungkam pergerakan oragnisasi kemerdekaan Indonesia, dan menempatkan Ratu dalam posisi yang sakral yang tidak boleh dikritik.

Kini dalam KUHP malah dipertahankan untuk menegakkan kewibawaan penguasa. Dengan demikian seakan-akan rakyat dihadap-hadapan dengan penguasa. Dalam hal ini ada logika dan filosofi pembuatan KUHP yang sangat keliru.

“Fatal!” tandas Wina.

Mantan penyiar radio dan televisi ini menyatakan keheranannya, kalau berlakunya KUHP ada waktu transisi sampai tiga tahun, kenapa tidak mau mengundurkan sebentar pengesahannya untuk mengadopsi pasal-pasal perlindungan terhadap demokrasi. Dalam hal ini Wina memandang.

“Akhirnya yang terjadi bukan legency di bidang perundang-undangan, melainkan bom sosial.”

Akhirnya Wina membeberkan, KUHP peninggalan penjajah memang perlu diganti dengan KUHP produk nasional yang baru. Kendati begitu, menurut Wina, pergantian itu tidak boleh hanya bajunya. Hanya casingnya, melainkan juga harus subtansinya.

Disinilah Wina sampai pada kesimpulan, justru sepanjang terkait dengan pasal-pasal demokrasi, KUHP baru subtansi dan filoaofinya lebih kolonial dari kolonial. Jadi dari aspek ini bukan dekolonialosasi, tapi malah menjadi rekolonialisasi.

ShareTweetSend
Previous Post

Kata Ketua KPK Pelaku Korupsi Takut Kalau Dimiskinkan

Next Post

Romi Hariyanto jadi Bulan-bulanan Netizen: Mending Dak Usah, 2 Periode Tanjabtim Bae Kek Gini, Apolagi Nak Mimpin Jambi

Related Posts

Cek Endra Aklamasi Pimpin Golkar Jambi, Ivan Wirata Masuk Formatur 

Cek Endra Aklamasi Pimpin Golkar Jambi, Ivan Wirata Masuk Formatur 

6 September 2025
Kemas Faried Apresiasi Peran Kejaksaan Bangun Rumah Sakit di Kota Jambi

Aksi Demo Berjalan Kondusif: Berikut Profil Singkat Kemas Faried Ketua DPRD Kota Jambi

3 September 2025
Jelang Musda Golkar Jambi, Ketua Golkar Kerinci Alihkan Dukungan, Tinggalkan Bupati Tebo

Jelang Musda Golkar Jambi, Ketua Golkar Kerinci Alihkan Dukungan, Tinggalkan Bupati Tebo

2 September 2025
Musda Golkar Provinsi Jambi Bakal Dibuka Langsung Bahlil Lahadalia

Musda Golkar Provinsi Jambi Bakal Dibuka Langsung Bahlil Lahadalia

30 Agustus 2025
Ketum JMSI Apresiasi Perintah Mabes Polri agar Wartawan Dilindungi

Ketum JMSI Apresiasi Perintah Mabes Polri agar Wartawan Dilindungi

27 Agustus 2025
HUT RI di Sungai Bahar: Sengaja Putar Lagu Jamrud Demi Ulang Tahun Istri Camat, Ketum PDBI Provinsi Jambi Kecewa

HUT RI di Sungai Bahar: Sengaja Putar Lagu Jamrud Demi Ulang Tahun Istri Camat, Ketum PDBI Provinsi Jambi Kecewa

18 Agustus 2025
  • REDAKSI
  • Pedoman Media Siber

© 2024 PT Aksi Indah Pratiwi. All Rights Reserved. | Aksipost.com

No Result
View All Result
  • HOME
  • HEADLINE
  • HUKRIM
  • NASIONAL
  • ADVERTORIAL
  • DAERAH
  • DEMOKRASI
  • EKONOMI
  • MILENIAL
  • PENDIDIKAN

© 2024 PT Aksi Indah Pratiwi. All Rights Reserved. | Aksipost.com

Login to your account below

Forgotten Password?

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In