Oleh: Firmansyah
Pemerintah Provinsi Jambi kini tengah sibuk membangun mega proyek Sport Center di kawasan Pijoan, Kabupaten Muaro Jambi. Konon, nilai proyek ini akan menembus angka lebih dari Rp500 miliar. Sayangnya, alih-alih menjadi kebanggaan, proyek ini justru menimbulkan ironi di tengah kondisi nyata dunia olahraga Jambi yang sedang sekarat.
Tak berlebihan jika proyek ini disebut sebagai “Stadion Tarkam Termewah di Indonesia”. Sebab, dengan nilai fantastis setengah triliun rupiah, stadion ini justru dibangun di daerah yang belum memiliki tradisi kuat dalam olahraga profesional. Sementara itu, stadion-stadion lama seperti Trilomba Juang (KONI), Stadion Persijam, dan berbagai lapangan mini justru terbengkalai tanpa sentuhan revitalisasi yang memadai.
Lebih ironis lagi, hingga kini Provinsi Jambi menjadi satu-satunya provinsi di Pulau Sumatera (non-kepulauan) yang tidak memiliki wakil di kompetisi nasional seperti Liga 1, Liga 2, bahkan Liga 3. Klub asal Jambi hanya berkutat di Liga 4, level amatir yang nyaris tak terjamah sorotan media maupun dukungan publik.
Yang terjadi masyarakat Jambi nanti akan lebih suka menonton Tunamen sepak bola Antar Kampung (Tarkam) ketimbang liga 4 di stadion nan jauh dari pusat kota tersebut.
Kondisi yang sangat berbeda dengan daerah lain seperti Medan, Padang, atau Palembang, yang tidak hanya memiliki klub-klub kuat tetapi juga atmosfer sepak bola yang hidup. Pemerintah daerah di sana memberikan dukungan nyata terhadap perkembangan olahraga, termasuk pembinaan atlet dan perbaikan sarana-prasarana olahraga.
Sementara di Jambi, dana besar justru dialokasikan untuk membangun stadion baru yang masih samar arah dan konsepnya apakah murni stadion sepak bola, sport center, atau hanya proyek mercusuar semata. Padahal, jika dana sebesar itu digunakan untuk memperbaiki infrastruktur dasar seperti jalan, pendidikan, kesehatan, hingga penanggulangan banjir, manfaatnya akan jauh lebih terasa bagi masyarakat luas.
Di sisi lain, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional dengan jelas menyebutkan bahwa pemerintah daerah memiliki kewajiban dalam pembinaan olahraga. Mulai dari penyediaan sarana-prasarana, pendanaan, hingga sistem penghargaan. Sayangnya, amanat undang-undang ini belum terwujud nyata di Jambi.
Sudah saatnya Gubernur Jambi dan jajarannya lebih bijak dalam menetapkan prioritas pembangunan. Kami khawatir stadion mewah yang dibangun dengan dana rakyat ini hanya menjadi simbol kosong nan megah, karena tak memiliki kajian dan filosofi sehingga berdiri tak berguna, juga tak berpihak pada kebutuhan nyata masyarakat dan dunia olahraga Jambi. (***)