Jambi – Ekonom Usman Ermulan mendukung kebijakan Presiden Prabowo Subianto dalam melakukan efisiensi anggaran. Mengingat kondisi APBN yang masih defisit mendekati Rp624 triliun.
Dengan begitu, Prabowo dapat menilai langkah tentang cara kerja kepala daerah dalam mengelola anggaran di daerahnya masing-masing. Prabowo juga dapat melihat mana selama ini kepala daerah yang betul-betul mengelola sumber daya, mengidentifikasi prioritas, dan mengambil keputusan yang efektif.
“Wajar kalau dana pusat perlu di efisiensi
karena APBN 2025 sampai saat ini masih defisit mendekati Rp624 triliun. Efisiensi bukan pemerintah pusat saja, pemerintah daerah pun juga melakukan efisiensi mulai dari perencanaan anggaran yang sudah disusun oleh daerah masing-masing,” ujar Usman, mantan Bupati Tanjung Jabung Barat selama dua periode, Sabtu, 7 Juni 2025.
Menurut Usman, Presiden Prabowo seperti sedang menguji sejauh mana kemampuan pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas dan menjalankan pemerintahan daerahnya masing-masing.
“Sebenarnya dengan kebijakan pemerintah pusat melakukan efisiensi bertujuan agar masing-masing pemda melakukan efisiensi juga menyesuaikan dengan dana yang ada di daerah masing-masing. Dari hasil pendapatan asli daerah, sehingga jika dana dari pusat tidak ada dropping kecuali gaji PNS maka pemerintahan daerah tetap berjalan sesuai konsep awal keluarnya Undang-undang Otonomi Daerah UU Nomor 29/1999 dan UU Nomor 30/ 1999,” ucap Usman.
Usman selama tiga periode pernah sebagai anggota DPR RI di Komisi Keuangan, Perbankan dan Perencanaan Pembangunan Nasional.
“Saya sendiri ikut menyusunnya sebagai anggota Pansus Otonomi Daerah. Daerah kabupaten kota dan provinsi tetap dapat melaksanakan pembangunan di daerahnya sesuai kemampuan keuangan daerahnya masing-masing, tidak semua tergantung pusat,” jelas Usman.
Efisiensi anggaran tidak berarti mengurangi pembangunan, tetapi justru memperkuat. Supaya pengalokasian lebih efektif dan tepat sasaran
“Kebijakan efisiensi dari pusat sekaligus mengukur kemampuan diri sesuai dengan hasil alam yang dimiliki oleh daerah masing-masing. Contohnya saja jika suatu proyek jalan nilainya Rp10 miliar tapi menunggu dana pusat, alangkah baiknya dengan dana yang ada di daerah tersebut, seberapa dapatnya. Sehingga pembangunan tetap berjalan sesuai dana yang ada di daerah aja, tapi kalau seorang kepala daerah kaku tidak dapat berbuat dalam pembangunan, pemerintah pusat dapat memberikan penilaian,” lanjut orang dekat Presiden Ketiga Bj Habibie itu. (Den)