Jambi – Kabupaten Tanjung Jabung Timur akan memiliki dokumen Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut (RPPEG).
Penting dan strategisnya dokumen ini dengan latar belakang kabupaten dengan luas sekitar 5 ribu kilo meter persegi ini memiliki lahan gambut lebih kurang 300 ribu hektar.
Dokumen ini merupakan amanat dari PP Nomor 71 Tahun 2014 dan PP Nomor 57 Tahun 2016, yang bertujuan untuk menjaga kelestarian ekosistem gambut melalui tata kelola yang baik serta untuk mendukung kebijakan lain seperti Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN/RPJMD) dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Pemerintah Kabupaten Tanjab Timur harus mendukung pembuatan dokumen ini, sebagai legacy pertama kinerja Dilla Hich sebagai bupati yang sudah berjalan satu tahun di saat anggaran dipangkas di segala bidang, akibatnya banyak rencana untuk mewujudkan janji politik sewaktu kampanye tertunda.
Hebatnya, pembuatan dokumen RPPEG ini anggarannya tidak berasal dari APBD Tanjabtim dan APBD Provinsi Jambi. Akan tetapi berasal dari anggaran Kementerian Lingkungan Hidup melalui program proyek IMPLI KLH (Integrated Management of Peatland Landscapes in Indonesia)
“Kepala daerah yang hebat itu bisa mencari dana dana luar yang secara hukum sah untuk menarik ke daerahnya. Tentunya dengan menjual potensi daerahnya yang menjadi perhatian dari pemerintah pusat maupun dunia internasional. Salah satunya itu ekosistim gambut,” jelas Mursyid Sonsang, Alumni Lemhannas PPSA 18 Tahun 2012 itu.
Langkah awal penyusunan Dokumen PPERG ini, Dinas Lingkungan Provinsi Jambi dan Dinas Lingkungan Kabupaten Tanjung Jabung Timur menggelar Acara Forum Group Diskusi untuk meminta masukan dari semua pihak. Acara ini berlangsung tanggal 8 September 2025 di aula utama Kantor Bupati Tanjung Jabung Timur (Tanjabtim),
Acara ini dihadiri Bupati Tanjabtim, Hj. Dillah Hikmah Sari, Wakil Bupati, Muslimin Tanja, Sekda, Safril dan Kepala Dinas Lingkungan Provinsi Jambi, Adi Varial serta stake holder lainnya.
Bupati Dillah berterima kasih kepada semua pihak yang berkontribusi terlaksanakan penyusunan dokumen Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut ( RPPEG) di Kabupaten Tanjung Jabung Timur ini.
“RPPEG ini bukan sekadar dokumen teknis. Ini rencana jangka panjang untuk 30 tahun ke depan. Penyusunannya harus teliti, melibatkan semua pihak,” ujarnya
Kabid Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jambi, Dr. Asnelly Ridha Daulay menjelaskan, dalam penyusunan dokumen ini melibatkan semua pemangku kepentingan dan masyarakat serta tenaga ahli di bidang gambut, sosial ekonomi, peta, agribisnis lahan basah, hingga klimatologi
“Bersinergi ini sangat penting untuk memastikan sinkronisasi dan harmonisasi antar-sektor dan antar-hierarki perencanaan.” jelas Master Ilmu Lingkungan lulusan Universitas Queensland, Australia ini.
Menurut Doktor Ilmu Lingkungan IPB Bogor itu, Kabupaten Tanjabtim punya peluang besar untuk menyusun RPPEG dengan lebih mudah. Kenapa? Karena data dan peta kawasan hidrologis gambut (KHG) sudah tersedia, dan bisa langsung mengacu ke RPPEG Provinsi Jambi yang sedang disusun.
“Peta KHG skala 1:50 ribu sudah ada. Itu bisa jadi acuan utama. Jadi, tinggal bagaimana kita menyusun RPPEG yang sesuai dengan karakteristik gambut di Tanjabtim,” jelas Asnelly yang juga Ketua Tim Penyusunan RPPEG Provinsi Jambi.
Ade Candra dari KKI Warsi mengingatkan, gambut bukan hanya soal ekologi, tapi juga soal sosial dan ekonomi. Ia menyinggung kebakaran besar tahun 2015 dan 2019 sebagai pelajaran pahit yang tak boleh terulang.
Sementara itu, lewat zoom, narasumber Dr. Lutfi yang merupakan ahli pertanian lahan basah mengungkapkan bahwa lahan gambut memiliki potensi untuk budidaya tanaman pertanian namun komoditi yang ditanam harus sesuai dengan lahan gambut yang basah.
“Jangan memaksakan tanaman tertentu di lahan basah sebab itu bisa membawa kerusakan yang lebih besar misalnya dengan membuat kanal yang lebar sehingga gambut menjadi kering atau pirit naik ke permukaan,” ucapnya.