Oleh : Ir Martayadi Tajuddin, MM
(Pengamat Kebijakan Publik, Pembangunan Infrastruktur dan Akademisi)
BEBERAPA waktu terakhir, publik dikejutkan oleh viralnya potret rumah panggung tak layak huni di Desa Mudung Darat, Muaro Jambi.
Dalam hitungan jam, gambar tersebut menyebar di media sosial, lalu menjadi amunisi baru untuk melancarkan kritik terhadap pemerintah—bahwa negara dianggap lamban, pendataan dianggap buruk, dan bantuan diklaim hanya sampai ke pihak “yang dekat-dekat saja.”
Tudingan itu tentu menggugah emosi. Tapi yang lebih penting dari emosi adalah proporsionalitas dalam membaca realita. Ketika kritik dilontarkan, yang dibutuhkan bukan sekadar opini, melainkan analisis yang berbasis data dan struktur. Dan di sinilah masalahnya: sebagian kritik justru mengabaikan fakta-fakta penting yang menunjukkan bahwa pemerintah—baik pusat, provinsi, maupun daerah—telah dan sedang bekerja, meskipun tentu belum sepenuhnya tuntas.
Mari kita lihat kenyataan lapangan. Pemerintah Provinsi Jambi menerima 11.314 usulan rumah tidak layak huni (RTLH) untuk dibedah pada tahun 2025 dari seluruh kabupaten/kota (data: Dinas PUPR Provinsi Jambi, 2025). Dari jumlah tersebut, baru sekitar 550 unit yang dapat direalisasikan melalui dana APBD dengan alokasi anggaran sekitar Rp11 miliar.
Pemerintah pusat melalui Kementerian PUPR turut menyalurkan bantuan bedah rumah melalui program BSPS, dengan tambahan kuota sebanyak 1.527 unit untuk Jambi di tahun yang sama (Sumber: Antaranews.com, 2025).
Secara nasional, program BSPS bahkan berhasil merealisasikan 143.009 unit bedah rumah per November 2023 atau 95,1% dari target nasional (Sumber: pu.go.id, 2023). Artinya, negara hadir. Namun kapasitas fiskal yang terbatas dan beban backlog RTLH yang tinggi membuat percepatan program tidak bisa menandingi jumlah kebutuhan di lapangan. Pemerintah bukan tidak turun tangan. Justru sudah terlalu dalam hingga kadang tak terdengar.
Faktor lain yang sering dilupakan dalam kritik publik adalah persyaratan administratif yang harus dipenuhi penerima manfaat. Banyak keluarga miskin tidak memiliki sertifikat tanah atau bukti kepemilikan , KTP, atau KK yang sah. Padahal, dokumen ini menjadi prasyarat utama agar bantuan tidak salah sasaran dan memiliki dasar hukum yang kuat.
Seperti dikatakan oleh akademisi perumahan dari UGM, “Realisasi bantuan pemerintah harus bertarung antara kecepatan dan legalitas. Tanpa dokumen legal, maka akan terjadi potensi cacat hukum yang justru merugikan penerima itu sendiri” (Agus Sugiarto, 2023).
Jadi, ketika sebagian pihak menyederhanakan masalah hanya pada “kesalahan pendataan desa”, itu sebenarnya adalah bentuk pengabaian terhadap kompleksitas administratif, fiskal, dan birokratis yang menyelimuti program sosial semacam ini. Kritik semacam itu bisa terdengar simpatik, tapi sayangnya tidak menjawab akar persoalan.
Lebih dari itu, upaya kolaboratif juga telah digerakkan melalui keterlibatan CSR perusahaan-perusahaan lokal di Jambi. Di beberapa kabupaten, perbaikan RTLH turut melibatkan dana tanggung jawab sosial perusahaan, meski belum merata di seluruh wilayah.
Masalahnya bukan pada niat, tetapi pada ketersediaan mitra dan koordinasi. Tidak semua desa punya industri yang bisa diajak kerja sama, dan tidak semua perusahaan punya komitmen sosial yang sama kuat.
Dengan tantangan multidimensi seperti itu, menyederhanakan permasalahan hanya menjadi “masalah data” jelas merupakan pengerdilan masalah yang sesungguhnya. Perlu ada pendekatan yang lebih menyeluruh: kombinasi antara keberanian mengkritik dan kemauan untuk membaca realita birokrasi yang tidak hitam-putih.
Pemerintah memang belum sempurna. Masih banyak warga yang terlewat. Tapi menutup mata terhadap usaha yang sudah dilakukan sama bahayanya dengan diam terhadap ketimpangan. Kritik yang tidak dibarengi solusi, atau bahkan tak dilandasi data yang akurat, hanya akan menambah kebisingan, bukan mempercepat perubahan.
Karena pada akhirnya, mengentaskan kemiskinan ekstrem—termasuk melalui program bedah rumah—bukan urusan viralisasi potret penderitaan, tapi kerja kolaboratif yang konsisten, yang sering tak tercermin di permukaan.
Daftar Pustaka
- Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Provinsi Jambi. (2025). Data Usulan dan Realisasi Program Bedah Rumah 2025.
- Kementerian PUPR. (2023). Realisasi Program BSPS Nasional Tahun 2023. Diakses dari https://pu.go.id
- Antaranews.com. (2025). “Pemprov Jambi Terima Usulan 11.314 Unit RTLH untuk Dibedah”.
- Sugiarto, A. (2023). Tantangan Hukum dalam Penyaluran Bantuan Sosial Perumahan. Universitas Gadjah Mada, Fakultas Hukum.
- DetikFinance. (2023). “Program Bedah Rumah Kementerian PUPR Serap 231.186 Tenaga Kerja”.