ADA peribahasa mengatakan, “Usaha tak pernah menghianati hasil” — dan peribahasa itu mungkin sangat cocok disematkan untuk menggambarkan perjuangan panjang yang dilalui Endres Chan.
Ia akhirnya resmi dilantik dengan pangkat Letnan Dua (Letda) di pundaknya. Endres Chan diduga menjadi korban anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jambi.
Sebelum perwira, Endres menjabat sebagai bintara di Kodim 0308/Pariaman Korem 032/Wirabraja Kodam XX/Tuanku Imam Bonjol.
Sungguh memeras energi dan pikiran, ia berjuang keras selama selama bertahun-tahun, baik dari sisi fisik maupun administratif agar tak terdengar lagi soal kasus nomor ijazah ganda yang pernah melanda dirinya.
Persoalan tersebut amat merugikan dia, karena tak hanya mengganggu jalur karirnya sebagai prajurit, tapi juga membahayakan nama baik yang telah ia bangun selama ini.
Untuk mengatasi masalahnya, pria kelahiran Lubuk Aur pada 17 Agustus 1974 itu harus menyiapkan berbagai dokumen-dokumen penting dengan cermat.
Di antaranya, surat keterangan dari tiga kepala sekolah SMPN 1 Bayang Pesisir Selatan, kepala sekolah terdahulu dan sekarang tempat ia bersekolah, serta surat pendukung dari kawan seangkatan Endres.
Semua guna memastikan bahwa nomor ijazah 0728387 yang ia miliki benar-benar sah dan miliknya secara legal. Setelah menjalani tes demi tes, nasib baik ternyata berpihak kepada Endres. Dia dinyatakan lolos untuk mengikuti pendidikan sekolah perwira.
Masalah nomor ijazah ganda bermula ketika nomor ijazahnya diduga dicatut oleh Amrizal, anggota DPRD Provinsi Jambi yang lahir di Kemantan Kerinci pada 17 Juli 1976, melalui surat keterangan kehilangan ijazah dari Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 1 Bayang.
Tujuan Amrizal melakukan hal itu adalah untuk memperoleh ijazah tingkat lebih tinggi, yakni melalui program paket C di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Albaraqah yang terletak di Kayu Aro, Kabupaten Kerinci, Jambi.
Lebih mengkhawatirkan, selembar keterangan kehilangan tersebut, Amrizal juga mencatut nomor induk atau BP 431 yang sebenarnya milik teman seangkatan Endres — yang juga secara kebetulan bernama Amrizal, dan lahir di Kapujan pada 12 April 1974.
Amrizal anggota DPRD Provinsi Jambi ke Polda Sumatera Barat sudah dilaporkan atas tuduhan pelanggaran pasal pemalsuan akta otentik, yakni Pasal 266 hingga 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946. Jika terbukti bersalah, ia berpotensi mendapatkan hukuman maksimal tujuh tahun penjara.
Endres berharap Polda Sumatera Barat mengusut perkara Amrizal dengan sungguh-sungguh. Ia menantikan yang menjadi tahap penyidikan pada tanggal 4 Agustus 2025 itu terungkap dan keadilan dapat tercapai.
Bagi Endres, kasus ini bukan hanya untuk membenarkan dirinya sendiri, tapi untuk memastikan bahwa tidak ada lagi orang yang menderita akibat tindakan pencatutan yang merusak sistem pendidikan dan administrasi negara.
Usai dilantik, Endres segera kembali menjalankan tugasnya di satuannya di Sumatera Barat. Walaupun hati masih penuh kegembiraan karena tercapainya impian menjadi perwira, ia tidak bisa melepaskan perhatian dari kasus yang masih berjalan.
Setiap hari, ia selalu memeriksa pemberitahuan terbaru dari tim penyidik Polda Sumbar, berharap ada kemajuan signifikan. Tanpa memandang status atau kedudukan siapa pun.
“Selama ini, saya hanya berusaha menjadi orang yang jujur dan bekerja keras,” ujar Endres dalam wawancara singkat setelah pelantikan, Senin, 24 November 2025.
Dengan pangkat baru di pundaknya, Endres bertekad menjadi prajurit yang lebih baik, tak hanya jago dalam hal fisik dan taktik, tapi juga memiliki integritas tinggi.
Kisah Endres membuktikan bahwa usaha yang tulus dan kejujuran akan selalu membawa hasil yang layak.
“Masalah ijazah ini adalah beban yang saya bawa selama bertahun-tahun. Saya berharap dengan penuntutan yang akan datang, semua yang salah bisa diperbaiki, dan saya bisa fokus sepenuhnya pada tugas saya sebagai prajurit TNI AD,” ucap Endres.
(Den)
