Jambi, AP – Bagi generasi saat ini mungkin tidak ada yang mampu membalas jasa-jasa pahlawan dan pejuang di Indonesia yang berani menumpahkan darahnya di medan perang, demi mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari tangan penjajah.
Namun setidaknya ada salah satu upaya generasi saat ini membalas perjuangan pahlawan dan pejuang Indonesia yang telah mendahului, yakni menjaga keberagaman. Hal itu dianggap perlu karena Bangsa Indonesia terdiri dari beribu pulau, suku dan golongan serta beragam agama.
Indonesia sejak dua tahun terakhir diguncang isu keberagaman, namun pemerintah dari tingkat atas hingga bawah tidak tinggal diam akan hal itu. Hasilnya isu itu tenggelam seiring kokohnya persatuan dan kesatuan masyarakat Indonesia.
Di momen Hari Pahlawan 10 November, setidaknya bisa dipetik makna perjuangan yang tak kenal lelah yang ditunjukkan para pahlawan dan pejuang demi satu bangsa, yakni Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Saat itu para pahlawan dan pejuang dalam mempertahankan NKRI tidak mengenal suku, ras, agama dan antargolongan. Mereka tidak peduli satu sama lain berasal dari suku, agama, ras atau golongan apa, semua yang berdarah Indonesia dari Sabang sampai Merauke bersatu demi merah putih.
Khusus di Provinsi Jambi, nyaris tidak ada pertikaian antarsesama yang disebabkan perbedaan suku, ras, agama dan antaragolongan tersebut, sehingga potensi perpecahan pun kecil dan pembangunan di daerah itu terus berkelanjutan.
Gubernur Jambi Zumi Zola mengatakan, pesan untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan pada peringatan Hari Pahlawan untuk membangun negeri sangatlah tepat karena saat bangsa ini meraih kemerdekaan diperjuangkan oleh seluruh warga negara dengan latar belakang suku, agama yang berbeda.
Peringatan Hari Pahlawan 10 November, menurut Gubernur Zumi Zola, merupakan momentum menjaga persatuan dan kesatuan antarsesama bangsa Indonesia meski dalam keberagaman.
“Setiap generasi dan zaman punya tantangan masing-masing. Generasi saat ini tengah diuji untuk menjaga persatuan dan kesatuan,” katanya usai menjadi irup peringatan Hari Pahlawan di Jambi, Jumat.
Saat ini banyak sekali upaya memecah-belah persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, sebab itu dirinya mengimbau semua masyarakat Jambi untuk mewaspadai hal itu.
Dulu, pahlawan dan pejuang Indonesia meraih kemerdekaan tidaklah mudah, berjuang penuh semangat dan tidak membeda-bedakan suku, ras, agama dan antargolongan.
Begitu pula saat ini, dalam meneruskan perjuangan para pahlawan dan pejuang, hendaknya tidak membeda-bedakan keberagaman agar pembangunan dapat berjalan baik.
Dalam pembangunan tidak bisa dengan satu suku atau satu golongan saja. Semua masyarakat Indonesia harus terlibat. Sebab itu persatuan dan kesatuan perlu dijaga jangan sampai terpecah-belah.
“Kita tahu bangsa Indonesia ini bangsa yang besar, dan dalam pembangunan harus dilakukan secara bersama-sama, tidak bisa dengan satu dua kelompok saja,” tegasnya.
Selain itu, untuk menunjukkan rasa hormat kepada para pahlawan dan pejuang itu, hendaknya warga negara melanjutkan cita-cita perjuangan mereka yakni dengan terlibat membangun bangsa ini.
Ada banyak bentuknya untuk melanjutkan perjuangan mereka yakni dengan terlibat dalam pembangunan karena pembangunan adalah semangat dari perjuangan.
Gubernur menambahkan, sebagai warga Indonesia, hendaknya selalu mengingat jasa-jasa pahlawan dan pejuang yang mendahului. Sebab tidak mudah bagi mereka ketika meraih kemerdekaan.
Keberagaman di Jambi Sementara itu,Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Jambi, Hadri Hasan mengatakan masyarakat Jambi sejak zaman kolonial sudah terbuka terhadap warga pendatang, sebab itu di Jambi keberagaman bukan hal yang sulit.
Dalam sejarah, menurut dia, Jambi adalah provinsi teraman, itu salah satunya disebabkan masyarakat Jambi penduduk asalnya muslim. Jadi umat muslim diminta untuk tidak harus memandang siapa yang datang karena masyarakat Jambi menganggap siap saja sama adalah ciptaan tuhan. Jambi bisa menjadi contoh provinsi lain.
Dia menilai peran generasi muda Jambi terutama di perguruan tinggi terkait keberagaman tetap aman-aman saja.
Namun pihaknya tetap memberikan wawasan kepada mahasiswa terutama terkait Pancasila, pihaknya sepakat bersatu merawat NKRI.
Kemudian, praktisi budaya Jambi, Lukman mengatakan Jambi sudah dibangun dengan fondasi keberagaman, dimana sejak dulu sudah ada Suku Bathin, Suku Kerinci dan suku lainnya yang hidup berdampingan.
Suku-suku di Jambi, bermukim di pinggiran sungai dengan pintu menghadap ke sungai, itu artinya menandakan orang Jambi menerima orang luar tanpa memikirkan hal yang akan terjadi.
Menurutbudayawan itu, keberagaman di Jambi bukanlah hal yang menakutkan tetapi indah. Itu terbukti dengan hampir tidak adanya konflik antar suku, agama, ras dan golongan. Kalaupun ada, itu diselesaikan secara adat dan langsung bisa diselesaikan.
Gelar pejuang Pemerintah Provinsi berencana mengajukan beberapa nama pejuang Jambi agar menyandang gelar pahlawan nasional karena dinilai berperan besar dalam mengusir penjajah kolonialisme.
Saat ini Pemprov sedang mengkaji pejuang-pejuang Jambi tersebut sebelum diajukan ke pemerintah pusat untuk ditetapkan sebagai pahlawan nasional asal daerah itu.
Menurut dia,ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam pengajuan sebagai pahlawan nasional. Sebab itu Pemprov Jambi perlu mengkaji apa saja syarat yang ditentukan pemerintah pusat.
Banyak pejuang Jambi yang bakal diajukan sebagai pahlawan nasional. Namun Gubernur belum bisa menyebutkan siapa saja pejuang tersebut karena masih perlu kajian.
Hingga saat ini baru ada satu nama yang ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional asal Jambi yakni Sultan Thaha Syaifuddin (Sultan terakhir dari kesultanan Jambi).
Berdasarkan catatan wikipedia, terdapat beberapa nama pejuang Jambi yang namanya dikenal di masyarakat Jambi, diantaranya Raden Mattaher, Makalam, Kolonel Abundjani (Jambi), Depati Parbo dan Mayjen A Thalib (pejuang dari Kerinci) serta Mayor H. Syamsuddin Uban (pejuang dari Merangin).
Sementara itu, praktisi sejarah Jambi Ujang Hariadi menilai dua pejuang pada masa kesultanan Jambi, yakni Raden Mattaher dan Depati Parbo layak mendapatkan anugerah menjadi Pahlawan Nasional karena perjuangannya melawan penjajah kolonialisme Belanda.
Pada masa kesultanan Jambi kedua tokoh pejuang tersebut berjuang tak pernah menyerah pada musuh dalam perjuangan dan mengabdi dan berjuang sepanjang hidupnya.
Keduanya merupakan pejuang pada masa kesultanan Jambi yang saat itu dipimpin oleh Sultan Thaha Saifuddin.
“Keduanya sudah layak dianugerahi gelar pahlawan nasional,” kata Ujang yang juga dosen sejarah FKIP Unbari Jambi itu.
Selain itu kedua tokoh tersebut juga namanya diabadikan untuk sebuah gedung dan bandara. Nama Depati Parbo diabadikan menjadi sebuah Bandara di Kabupaten Kerinci dan nama Raden Mattaher diabadikan menjadi nama rumah sakit umum pemerintah Provinsi Jambi.
Namun dalam pengusulan anugerah pahlawan nasional itu, kajian tentang Raden Mattaher dan Depati Parbo harus dilengkapi melalui penelitian atau pengkajian yang lebih paripurna/komprehensif.
Dengan demikian, kajian itu dapat menghasilkan naskah akademis yang valid sebagai salah satu persyaratan penganugerahan pahlawan nasional. ant