Sarolangun, AP – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Sarolangun mencatat selama sepuluh bulan terakhir pada tahun 2018 telah menangaini kasus gizi buruk sebanyak 18 kasus dengan kondisi fisik sangat kurus.
“Dari 18 kasus gizi buruk tersebut, 12 diantaranya kasus lama tahun sebelumnya yang artinya selama tahun ini hanya ditemukan enam kasus baru,” kata Kepala Dinkes Sarolangun, Adnan melalui Kabid Kesehatan Masyarakat (Kesmas) Abdul Malik, Jum’at (19/10) lalu.
Namun demikian dari ke-18 kasus tersebut sebenarnya bukan gizi buruk murni karena ada korban yang memang sakit bawaan sejak lahir semacam infeksi pada masa bayinya.
“Ini sebenarnya bukan gizi buruk murni, ada yang memang sakit dari bayinya dan dari mereka ada yang sakit hidrosefalus yang juga masuk kategori kasus gizi buruk pada anak usia 0 sampai dengan lima tahun atau balita,” jelasnya.
Hidrosefalus (hydrocephalus) adalah kondisi penumpukan cairan di dalam otak yang mengakibatkan meningkatnya tekanan pada otak. Arti harfiah dari penyakit ini adalah “air di dalam otak” cairan serebrospinal biasanya mengalir melalui ventrikel dan menggenangi otak dan tulang belakang.
Ia menyebut, kasus itu semuanya berdasarkan laporan dari pihak pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) setempat. Diantaranya dari puskesmas Kecamatan Sarolangun, Pelawan, Singkut, Limun, Cermin Nan Gedang, Pauh, Air Hitam serta Kecamatan Mandiangin.
Hanya didua kecamatan yang tidak ada laporan terhadap kasus gizi buruk tersebut yaitu puskesmas Kecamatan Bathin VIII dan puskesmas Batang Asai.
Dari keseluruhan temuan kasus gizi buruk itu berdasarkan catatan dinkes setempat penemuannya mengalami penurunan pada 2018 ini dibandingkan pada tahun sebelumnya.
“Ini jelas statistik kasusnya menurun terhadap penemuan kasus gizi buruk tersebut, yaitu hanya enam pada 2018 dan ada 12 kasus dari tahun sebelumnya sehingga sampai saat ini ada total 18 kasus yang masih ditangani Dinas Kesehatan Sarolangun sampai saat ini,” terangnya.
Terhadap hal tersebut, pihaknya terus melakukan penanganan untuk menekan temuan kasus itu. Agar kemudian kasus tersebut semakin kecil terjadi di Kabupaten Sarolangun.
“Kita terus melakukan berbagai upaya untuk menekan kasus tersebut, salah satunya dengan memberi bantuan pangan inti untuk pasokan gizi pada penderitanya,” katanya.
Kasus ini disebabkan berbagai faktor, diantaranya faktor ekonomi dan pendidikan orang tua yang kurang mengetahui secara detail kondisi kesehatan anak dan rata-rata ditemukan pada keluarga yang memang kurang secara ekonomi. luk